Dugaan TBS Sawit Ratusan Hektar di Suaka Margasatwa KG-LTL Langkat Sitaan Negara Tetap Dipanen, Ditaksir Miliaran Sekali Panen, Kejari Janji Periksa

topmetro.news, Langkat – Dugaan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dari Lahan Sitaan Pengadilan Tipikor Medan dalam proses hukum perambahan 210 hektar Suaka Margasatwa Karang Gading-Langkat Timur Laut (KG-LTL) Langkat Timur Kabupaten Langkat masih dipanen oleh bos Koperasi Sinar Tani Makmur (STM) Alexander Halim Alias Akuang alis Lim Sia Cheng.

Pria yang menjadi terpidana 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar serta uang pengganti (UP) Rp797,6 miliar ini, disebut sumber media, tetap mengerahkan anak buahnya memanen TBS Sawit di ratusan hektar lahan Hutan Negara itu.

Disebut sumber media ini dan dilansir puluhan media, meski Koservasi Margasatwa KG-LTL yang disulap Akuang CS menjadi perkebunan sawit dan menaikkan status tanah menjadi sertifikat itu telah disita PN Tipikor Medan sejak 14 Oktober 2022 sesuai Surat Sita Majelis Hakim PN Tipikor Medan No 39/SIT/PID.SUS-TPK/ 2022/PN.MDN, namun buah emas hitam ini dipanen oleh orang tak dikenal (OTK) yang diduga suruhan terpidana.

Anehnya, Hutan Negara yang disita aparat penegak hukum yang terus dikerok keuntungannnya mencapai puluhan miliar sekali panennya, tak mendapat tindakan hukum dari polisi dan jaksa setempat.

Baru Tahu

Kajari Langkat melalui Kasi Intel Ika Luis Nardo SH MH mengaku baru mengetahui atas dugaan pemanenan sawit di objek Hutan Negara yang disita majelis hakim dalam proses hukum Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng ini.

“Saya baru tahu dari informasi Abang. Belum ada dumas ke kami,” kata Ika Luis Nardo SH MH kepada media, Kamis (28/8/2025).

Ketidaktahuan Kejari Langkat didalihkan atas sitaan Kawasan Konservasi KG-LTL Langkat Timur itu dititip ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara. “Lahan disita itu dititip ke BKSDA Sumut, tak ada laporan dari mereka (BKSDA-red),” jawabnya.

Dicecar atas dugaan lemahnya fungsi intelijen di Kejari Langkat yang tak mendeteksi adanya dugaan pemanenan TBS sawit oleh Koperasi STM di Suaka Margasatwa KG-LTL, Nardo sapaan akrab aparat Adyaksa itu, mengaku tak mendeteksi, karena yang menjaga area itu di BKSDA Sumut.

“Kami mengetahuinya baru saat Abang sampaikan. Seharusnya harus ada laporan resmi dari instansi resmi yang bertanggungjawab. BKSDA tidak pernah melaporkan kepada kami,” dalihnya.

Dia menjelaskan, jika memang benar adanya pemanenan sawit di lahan yang disita, akan dicek prosesnya dan akan diperiksa setelah dicroschek terlebih dahulu. “Abang kan berharap ini ditindak. Tapi belum ada laporannya kepada kami. Karena ada pokok perkara yang sedang berjalan,” paparnya.

Disinggung laporan yang dimaksud, Nardo mengaku, di lahan itu ada instansi yang bertanggungjawab. “Karena di lahan itu ada instansi yang bertanggungjawab,” pungkasnya.

Kajari Langkat Asbach SH hingga berita ini ditayangkan, tak menjawab konfirmasi dan tak merespon saat ponselnya dikontak berulang, Kamis (28/8/2025).

Kapolres Langkat

Terpisah, Kapolres Langkat AKBP David Trio Persojo mengaku tak semua masalah diketahuinya, apalagi terkait yang ditangani instansi hukum lain.

Disinggung, adanya informasi pemanenan TBS Sawit di lahan yang disita pengadilan di Suaka Margasatwa KG-LTL, perwira Polri ini yang mengaku sedang berada di Kecamatan Salapian Langkat dan tak menjelaskan secara rinci, tahu atau tidak soal hal itu.

“Tidak semua saya ketahui. Kalau pun tahu, mungkin lupa,” kata AKBP David Trio Persojo, Kamis (28/8/2025), via ponselnya, sembari mengizinkan media menghubungi Kasat Reskrim, namun sayangnya Sang Kasat tak berada di kantornya.

Terpisah, Kamis (28/8/2025), Dinas Kehutanan Sumut melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Stabat menegaskan, bukan menjadi kewenangan mereka dalam mengawasi Suaka Margasatwa KG-LTL Langkat Timur.

Kepala KPH Stabat melalui Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan Tanta Peranginangin mengaku, Suaka Margasatwa KG-LTL merupakan kewenangan BKSDA Sumut. “Kami tak memiliki kewenangan,” katanya.

Sementara Kepala KPH Stabat Elvin Situngkir tak berada di kantornya saat dihubungi media. Ponselnya pun tak diangkat saat dikontak. “Ka KPH sedang ke Dinas Kehutanan Sumut,” kata KTU KPH Stabat Ruslan Rambe.

Diberitakan sebelumnya, Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng menjadi terpidana 10 tahun atas perambahan 210 hektar Hutan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (SM KG-LTL). Bersama Akuang, Kades Tapak Kuda Imran juga jadi terpidana perambahan hutan negara itu.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan, Senin (11/8/2025), menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada dua terdakwa kasus korupsi penguasaan dan pengalihfungsian kawasan Hutan SM KG-LTL Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim M Nazir menyatakan kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. “Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang dan terdakwa Imran. Memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan,” ujar hakim.

Keduanya juga dijatuhi hukuman denda masing-masing sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, akan digantikan dengan kurungan selama tiga bulan. Lalu Akuang wajib membayar uang pengganti (UP) Rp797,6 miliar, sebagai kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara.

“Apabila uang pengganti tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka jaksa dapat menyita dan melelang harta bendanya. Bila harta tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama lima tahun,” tutur hakim.

JPU Banding

Putusan Majelis Hakim PN Tipikor Medan ini dibanding Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam tuntutannya, JPU meminta Majelis Hakim menjatuhkan 15 tahun penjara ke masing masing teedakwa dan UP Rp856,8 milia kepada Akuang.

Kajati Sumut Dr Harli Siregar SH MHum kepada media, Kamis (21/8/2025) lalu, menyatakan, kejaksaan telah mengajukan banding. “Kita sdh banding loh Bang,” tulis mantan Kapuspenkum Kejagung RI ini di laman WhattsApp-nya.

Harli Siregar mengirimkan akta pernyataan banding atas Putusan Majelis Hakim Tipikor Medan yang menvonis Akuang lebih ringan dari tuntutan JPU dengan No 52/Akta.Pidsus-TPK/2025/PN Mdn tanggal 15 Agustus 2025.

Tak Ditahan

Hingga Putusan Majelis Hakim Tipikor Medan 10 tahun penjara ke Akuang cs dibacakan, terpidana tak kunjung ditahan. Perambah 210 hektar hutan SM KG-LTL Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat ini pun diduga masih menikmati hasil buah sawit yang ditanam dengan menggunakan Koperasi Sinar Tani Makmur yang dimilikinya.

Diduga puluhan miliar harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit dari perkebunan lahannya ilegal ini masuk ke kantong terpidana dalam sekali panennya. Belum diketahui langkah konkrit Kejaksaan dalam menjaga lahan yang telah disita sesuai Surat Sita PN Tipikor Medan No 39 Tanggal 14 Oktober 2024.

Kajari Langkat melalui Kasi Intel Ika Luis Nardo SH MH kepada media, Selasa (26/8/2025) beralasan, tak ditahannya Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng karena masih dalam tahap banding. “Masih dalam tahap banding bg,” jawabnya melalui pesan WhattsApp-nya.

Terkait dugaan masih beroperasinya pemanenan TBS Sawit dari Hutan Suaka Margasatwa KG-LTL, Nardo mengaku tak mengetahuinya. Dia berjanji akan menyampaikan informasi itu ke JPU.

Nardo mengaku, pasca-penyitaan lahan Hutan Suaka Margasatwa KG-LTL oleh Pengadilan Negeri Tipikor Medan, Hutan Negara ini dititip ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara.

“Lahan tsb statusnya di titipkan di BKSDA bg. Sehingga yg mengawasi adalah BBKSDA,” tulisnya.

Dia tak menjelaskan, atas pengawasan objek sitaan yang menjadi tanah Aparat Penegak Hukum (APH) yang menjadi deteksi Kejaksaan khususnya bidang intelijen.

Kasus ini bermula pada tahun 2013, ketika Akuang menghubungi Imran yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Tapak Kuda. Akuang meminta agar dibuatkan surat keterangan tanah untuk lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Lahan tersebut kemudian dipecah dan dimanipulasi menjadi dokumen kepemilikan tanah yang akan ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui notaris, meskipun kawasan tersebut seharusnya tidak dapat dimiliki karena merupakan kawasan konservasi hutan lindung dan tidak memiliki izin pelepasan kawasan dari pemerintah.

berbagai sumber

Related posts

Leave a Comment